Sumber awal : klik disini dan disini |
GA nya mas eruverdia ini membuatku bernostalgia. Sambil menyeruput secangkir hangat kopi pikiranku melayang jauh, menembus batas ruang dan waktu. Sesekali bau harum kopi menyadarkan ku bahwa bahwa aku hidup di masa sekarang, sendirian di kamar kost ku bersama laptop yg setia menantiku memijat keyboardnya.
Berawal dari "dokter kecil"
Masih teringat dalam benakku, dipanggil guru SDku ke kantornya. Bersama dengan satu temanku cewek diminta mewakili SDku dalam pelatihan dokter kecil. Inilah awal dari kisah petualanganku. Petualangan untuk mengeksplor jas putih, yang aku sendiri tidak menduga akan menjadi seragam kebanggaanku.
Selama 1 minggu kami dididik dan dilatih menjadi dokter kecil. Semua ilmu aku serap, karena aku sangat tertarik tentang ilmu kesehatan. Maka tidaklah mengherankan jika di akhir pelatihan dokter kecil aku terpilih sebagai salah satu dari 10 besar terbaik dengan nilai sempurna diantara ratusan peserta yang ikut. Setelah pelatihan dokter kecil ini aku sibuk dengan kegiatanku di sekolah. Sebagai dokter kecil aku menggerakkan dan membimbing teman dalam kebersihan pribadi, pengukuran tinggi dan berat badan, pengamatan kebersihan lingkungan sekolah, UKS, pertolongan pertama jika ada teman yang terluka. Juga membantu petugas kesehatan dalam distribusi vitamin dan obat-obatan.
Aku sangat menikmati kegiatan sebagai dokter kecil yang memakai jas putih. Namun sayang setelah lulus dari SD, cita-cita sebagai dokter hilang dalam benakku. Digantikan dengan cita-cita menjadi arsitektur. Jujur aku sangat suka menggambar, melukis dan membuat sketsa. Keinginan menjadi arsitektur itu terpelihara sampai SMA kelas 2. Peristiwa kematian nenekku saat kelas 2 SMA seakan-akan menyadarkanku akan arti kesehatan. Mengingatkanku akan white coat atau jas putih yang pernah kukenakan saat di SD. Dan cita-citaku pun berubah menjadi dokter.
Rupanya Tuhan memberi jalan yang berliku bagiku untuk mencapai cita-citaku mengeksplor jas putih. Sekalipun aku selalu ranking 1 saat SD, tidak pernah lepas 5 besar saat SMP dan SMA, bahkan sering ranking 2, tidaklah menjamin aku mudah masuk Fakultas Kedokteran. Aku harus mengikhlaskan melepas masuk STAN (sekalipun sudah di terima di Prog studi Pajak) aku memilih masuk Fakultas Pertanian demi tahun depan bisa ikut seleksi lagi masuk Fakultas Kedokteran. Maklum untuk masuk di FK universitas swasta orangtuaku tidak sanggup membiayai.
Setelah mampir Fakultas Pertanian, akhirnya jalan terbuka bagiku masuk Fakultas Kedokteran. Aku bahagia. Jalan untuk mengeksplor jas putih terbuka. Ini perjalanan kehidupanku yang indah meski berat.
My first journey : exploring the white coat. Kulalui dengan keihklasan dan ketabahan serta semangat. Aku ikhlas di saat aku sibuk bergelut dengan diktat-diktat kedokteranku, sementara melihat teman-teman SMAku sudah lulus dan bekerja. Aku ikhlas saat harus menjagai seorang ibu yang akan melahirkan putranya semalaman dan tidak tidur sementara teman-temanku SMA sudah terlelap dalam tidurnya karena seharian capek bekerja. Aku ikhlas (dan agak malu) tiap bulan masih meminta uang orangtua dan kakak-kakakku sementara teman-teman SMAku sudah bisa memberi uang kepada orangtuanya. Aku ikhlas keinginan untuk pacaran berkeluarga kutunda demi studi sementara teman-teman SMAku sudah berkeluarga dan memiliki anak. Aku ikhlas meski harus tidur 1-2 jam dalam sehari demi belajar dan tugas jaga.
Perjuangan dan perjalanan hidup memang perlu keikhlasan. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah cita-cita. Pernah kami ada di titik nadir, saat kelelahan dan kejenuhan melanda hati. Kami mempertanyakan kenapa memilih masuk fakultas kedokteran, kenapa bukan fakultas lain? 6 tahun bukan waktu singkat dalam meraih gelar dokter, padahal kalau fakultas lain 6 tahun sudah S2. Aku pribadi mengambil waktu pribadi saat itu. Dialog dengan jiwa, akhirnya kudapati jawabannya. Ini masalah pilihan hati. Pilihan hati didorong oleh suatu motivasi-motivasi akan kerinduan hati. Iya. Aku sudah memilih dan menetapkan hati untuk menjawab kerinduanku. Kerinduan untuk menjadi alat mengobati orang-orang yang sakit dan menderita. Meski aku tahu kesembuhan ada di tangan Tuhan, tapi aku ingin menjadi alat kesembuhan dari Tuhan.
Saat aku lafalkan sumpah dokter, aku tahu aku sedang berjanji di hadapan Tuhan dan diriku sendiri. Mataku berkaca-kaca. Bukan karena aku sudah menyelesaikan studiku tapi aku haru karena dengan sumpah ini aku ikut ambil dalam pekerjaan Tuhan menjadi sarana kesembuhan bagi yang membutuhkan. Ini bukan akhir dari perjalananku tetapi justru awal dari semuanya.
Banyak suka dan duka dalam perjalananku mengeksplor jas putih. Kegembiraan sejati yang kurasakan jika pasien yang kutolong bisa sembuh dan tersenyum bahagia karena sudah tidak sakit lagi. Duka adalah di saat aku harus melihat kematian, meski dengan segala upaya dan keilmuan kedokteran sudah kukerahkan. Ikhlas, ketulusan hati dan kasih adalah yang menjadi dasarku mengeksplor jas putih.
Perjalanan masih panjang, masih terus berlanjut. My first journey dan my long life journey akan terus berlanjut. Tak ada kata menyerah. Apalagi saat Tuhan mengijinkanku meneruskan pendidikan spesialis ini. Doaku, Tuhan jagai aku tetap menjadi dokter yang baik, rendah hati, berjiwa sosial dan menjadi berkat bagi pasien-pasienku. Amien.
Berawal dari "dokter kecil"
Masih teringat dalam benakku, dipanggil guru SDku ke kantornya. Bersama dengan satu temanku cewek diminta mewakili SDku dalam pelatihan dokter kecil. Inilah awal dari kisah petualanganku. Petualangan untuk mengeksplor jas putih, yang aku sendiri tidak menduga akan menjadi seragam kebanggaanku.
Sumber : Disini |
Selama 1 minggu kami dididik dan dilatih menjadi dokter kecil. Semua ilmu aku serap, karena aku sangat tertarik tentang ilmu kesehatan. Maka tidaklah mengherankan jika di akhir pelatihan dokter kecil aku terpilih sebagai salah satu dari 10 besar terbaik dengan nilai sempurna diantara ratusan peserta yang ikut. Setelah pelatihan dokter kecil ini aku sibuk dengan kegiatanku di sekolah. Sebagai dokter kecil aku menggerakkan dan membimbing teman dalam kebersihan pribadi, pengukuran tinggi dan berat badan, pengamatan kebersihan lingkungan sekolah, UKS, pertolongan pertama jika ada teman yang terluka. Juga membantu petugas kesehatan dalam distribusi vitamin dan obat-obatan.
Aku sangat menikmati kegiatan sebagai dokter kecil yang memakai jas putih. Namun sayang setelah lulus dari SD, cita-cita sebagai dokter hilang dalam benakku. Digantikan dengan cita-cita menjadi arsitektur. Jujur aku sangat suka menggambar, melukis dan membuat sketsa. Keinginan menjadi arsitektur itu terpelihara sampai SMA kelas 2. Peristiwa kematian nenekku saat kelas 2 SMA seakan-akan menyadarkanku akan arti kesehatan. Mengingatkanku akan white coat atau jas putih yang pernah kukenakan saat di SD. Dan cita-citaku pun berubah menjadi dokter.
Rupanya Tuhan memberi jalan yang berliku bagiku untuk mencapai cita-citaku mengeksplor jas putih. Sekalipun aku selalu ranking 1 saat SD, tidak pernah lepas 5 besar saat SMP dan SMA, bahkan sering ranking 2, tidaklah menjamin aku mudah masuk Fakultas Kedokteran. Aku harus mengikhlaskan melepas masuk STAN (sekalipun sudah di terima di Prog studi Pajak) aku memilih masuk Fakultas Pertanian demi tahun depan bisa ikut seleksi lagi masuk Fakultas Kedokteran. Maklum untuk masuk di FK universitas swasta orangtuaku tidak sanggup membiayai.
Setelah mampir Fakultas Pertanian, akhirnya jalan terbuka bagiku masuk Fakultas Kedokteran. Aku bahagia. Jalan untuk mengeksplor jas putih terbuka. Ini perjalanan kehidupanku yang indah meski berat.
My first journey : exploring the white coat. Kulalui dengan keihklasan dan ketabahan serta semangat. Aku ikhlas di saat aku sibuk bergelut dengan diktat-diktat kedokteranku, sementara melihat teman-teman SMAku sudah lulus dan bekerja. Aku ikhlas saat harus menjagai seorang ibu yang akan melahirkan putranya semalaman dan tidak tidur sementara teman-temanku SMA sudah terlelap dalam tidurnya karena seharian capek bekerja. Aku ikhlas (dan agak malu) tiap bulan masih meminta uang orangtua dan kakak-kakakku sementara teman-teman SMAku sudah bisa memberi uang kepada orangtuanya. Aku ikhlas keinginan untuk pacaran berkeluarga kutunda demi studi sementara teman-teman SMAku sudah berkeluarga dan memiliki anak. Aku ikhlas meski harus tidur 1-2 jam dalam sehari demi belajar dan tugas jaga.
Perjuangan dan perjalanan hidup memang perlu keikhlasan. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah cita-cita. Pernah kami ada di titik nadir, saat kelelahan dan kejenuhan melanda hati. Kami mempertanyakan kenapa memilih masuk fakultas kedokteran, kenapa bukan fakultas lain? 6 tahun bukan waktu singkat dalam meraih gelar dokter, padahal kalau fakultas lain 6 tahun sudah S2. Aku pribadi mengambil waktu pribadi saat itu. Dialog dengan jiwa, akhirnya kudapati jawabannya. Ini masalah pilihan hati. Pilihan hati didorong oleh suatu motivasi-motivasi akan kerinduan hati. Iya. Aku sudah memilih dan menetapkan hati untuk menjawab kerinduanku. Kerinduan untuk menjadi alat mengobati orang-orang yang sakit dan menderita. Meski aku tahu kesembuhan ada di tangan Tuhan, tapi aku ingin menjadi alat kesembuhan dari Tuhan.
Saat aku lafalkan sumpah dokter, aku tahu aku sedang berjanji di hadapan Tuhan dan diriku sendiri. Mataku berkaca-kaca. Bukan karena aku sudah menyelesaikan studiku tapi aku haru karena dengan sumpah ini aku ikut ambil dalam pekerjaan Tuhan menjadi sarana kesembuhan bagi yang membutuhkan. Ini bukan akhir dari perjalananku tetapi justru awal dari semuanya.
Banyak suka dan duka dalam perjalananku mengeksplor jas putih. Kegembiraan sejati yang kurasakan jika pasien yang kutolong bisa sembuh dan tersenyum bahagia karena sudah tidak sakit lagi. Duka adalah di saat aku harus melihat kematian, meski dengan segala upaya dan keilmuan kedokteran sudah kukerahkan. Ikhlas, ketulusan hati dan kasih adalah yang menjadi dasarku mengeksplor jas putih.
Sumber : Dokumen Pribadi |
bahagia saat melihat pasien bisa sembuh,,dan duka saat melihat kematian...namun yang penting adalah bahwa sudah berusaha dengan segala kemampuan terbaik menolong sang pasien....dan kematian itu adalah rahasia ALLAH SWT....
BalasHapusselamat berlomba...semoga menjadi yang terbaik...keep happy blogging always..salam dari Makassar :-)
Iya mas betul sekali
HapusTerima kasih sudah mampir
Salam dari Surabaya
Jadi keinget rekan-rekan ku yang blusukan praktek di pedalaman :D
BalasHapusKekuatan yang bisa menggerakkan diri untuk mngabdi adalah panggilan hati akan pengabdian dan kasih kepada sesama mas.
HapusMatur nuwun sudah mampir di gubug saya...
Semoga segala impian mulia mendapatkan jalan takdir yang indah. AKu berdoa untukmu Mas. Salam untuk keluarga. Terima kasih atas partisipasinya :)
BalasHapusAmien. Terima kasih mbak Prit api keci untuk doanya. Terima kasih sudah mampir.
HapusSalam untuk keluarga juga.
Nice shareing. Hope inpires other
BalasHapusHai dokter kreen ,perjalanan mu menuju dokter ,hampir sama dengan menantu ibu ,setelah duduk di fakultas tekhnik sipil ,smt 5 ,ulang ke awal karna ingin jadi dokter ,gak lama paoa nya meninggal ,smt 5 ibu pensiunan perawat meninggal ,tentu nak doktervbisa bayang kan perjuangan ,hingga bisa jadi dokter
BalasHapusbegitu juga akan jadi pns ,ketika akan ambil spesialis dihadap kan dengan pilihan eh maaf kok ibu jadi curhat ,
selamat bertugas kakian saat ini garda paling depan ,tetap jaga kesehatan ,be happy πππ ibu
Dokter kecil
BalasHapusSebuah pilihan hati yang luar biasa, mau membuka diri untuk sebuah panggilan mulia, selamat berjuang, jerih payahnuntyk sebuah kebaikan yg disertai niat suci dan ikhlas tidak akan pernah sia-sia, sang pemilik kehidupan ini akan mencatatnya dengan goresan emas-Nya ��
BalasHapusDokter Pras hebat jangan bosan jadi orang baik Gusti Alloh mboten Sare dok
BalasHapusNice
BalasHapusThanks