“Kamu enggak sariawan Gus?” tanya Aria sahabatku di fakultas kedokteran kala itu. Aria, sahabatku ini tahu betul bahwa aku selalu sariawan menjelang ujian. Jadi adalah hal yang luar biasa jika aku tidak sariawan jika ada ujian.
Aku sering sariawan sejak kecil. Jadi menghadapi sariawan adalah hal biasa dalam hidupku. Berbagai cara dan obat sering kudapat sejak kecil. Bahkan sebelum masuk fakultas kedokteran pun aku tahu kalau sariawan bisa sembuh sendiri. Berdasarkan pengalaman sendiri. Biasanya sariawanku akan sembuh sendiri dalam 7-10 hari.
Setelah aku masuk kuliah di fakultas kedokteran, aku menjadi lebih tahu tentang sariawan. Dalam medis sariawan dikenal dengan istilah Stomatitis Apthosa Recurrent (SAR). SAR adalah peradangan yang terjadi di mukosa mulut, seperti pipi, bibir, lidah, bawah lidah, cekungan antara pipi atau bibir dengan gusi tanpa tanda-tanda penyakit lain. Bentuk lukanya berupa cekungan (ulser) dangkal, tepi jelas dan beraturan, bentuk bulat atau oval, warna putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal atau lebih dari satu. Disebut recurrent karena bisa kambuh atau berulang. Penyakit ini relatif ringan karena tidak membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi penderita sangat mengganggu dan menyakitkan terutama saat makan, menelan dan berbicara.
Angka prevalensi SAR berkisar 15-25% dari populasi penduduk dunia. Angka kejadian SAR pada dewasa sekitar 2% di Swedia (1985), 1,9% di Spanyol (2002) dan 0,5% di Malaysia (2000). Di Indonesia belum diketahui prevalensinya. Data di RS Ciptomangunkusumo periode 2003-2004 prevalensi SAR dari 101 pasien adalah 17,3%. SAR lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria, pada orang dibawah 40 tahun, orang kulit putih, tidak merokok, dan pada anak-anak. Menurut Smith dan Wray (1999), SAR dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi lebih sering ditemukan pada masa dewasa muda pada dekade ke-2.
Sampai saat ini penyebab SAR belum diketahui dengan pasti. Namun ada faktor-faktor yang memicu atau mencetuskan terjadinya SAR. Faktor-faktor tersebut adalah :
- Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah atau saat berbicara, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi
- Genetik. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium. Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya.
- Gangguan imunologi (kekebalan tubuh). Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya SAR.
- Stress. Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Menurut penelitian Mcnally, menunjukkan kebanyakan orang yang menderita ulser mempunyai level stres yang meningkat. Sedangkan pasien yang menderita ulser pada waktu stres, maka ulser akan menjadi lebih parah, dan pada beberapa studi telah dilaporkan ada hubungan diantara keduanya
- Kekurangan Nutrisi terutama vitamin B12, asam folat, zink dan zat besi. Juga dilaporkan kekurangan vitamin Bi, B2, B6 atau kombinasinya.
- Hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.
- Infeksi bakteri. Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR
- Alergi dan sensitivitas. SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan bengkak selanjutnya terbentuk ulser.
- Obat-obatan seperti obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR
- Penyakit sistemik. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.
- Merokok (masih kontoversi)
Ada 3 macam SAR yaitu tipe minor, mayor dan herpetiformis.
Perbedaan
|
Tipe Minor
|
Tipe Mayor
|
Tipe Herpetiformis
|
Ukuran (mm) |
5-10
|
> 10
|
< 5
|
Durasi (hari) |
10-14
|
> 2 minggu
|
10-14
|
Prosentase kejadian |
75-85%
|
10-15%
|
5-10%
|
Jaringan Parut |
Tidak
|
Ya
|
Ya
|
Ada 4 tahap perkembangan SAR yaitu :
- Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul.
- Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama. Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.
- Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu.
- Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut akan ditutupi oleh epitelium
Perawatan
SAR sebetulnya dapat sembuh sendiri, karena sifat dari kondisi ini adalah self-limiting dalam waktu rata-rata 7-10 hari. Obat-obatan untuk mengatasi SAR diberikan sesuai dengan tingkat keparahan lesi.
Untuk kasus ringan, jenisnya bisa berupa obat salep yang berfungsi sebagai topical coating agent yang melindungi lesi dari gesekan dalam rongga mulut saat berfungsi dan melindungi agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam atau pedas. Selain itu ada juga salep yang berisi anestesi topikal untuk mengurangi rasa perih. Obat topikal adalah obat yang diberikan langsung pada daerah yang terkena (bersifat lokal).
Pada kasus yang sedang hingga berat, dapat diberikan salep yang mengandung topikal steroid. Dan pada penderita yang tidak berespon terhadap obat-obatan topikal dapat diberikan obat-obatan sistemik. Penggunaan obat kumur chlorhexidine dapat membantu mempercepat penyembuhan SAR. Namun penggunaan obat ini secara jangka panjang dapat menyebabkan perubahan warna gigi menjadi kecoklatan.
Pencegahan
1. Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan kualitas tidur minimal 8 jam sehari. Tidur yang berkualitas bukan hanya dilihat dari lamanya waktu tidur. Tidur dalam kondisi banyak beban pikiran atau stress dapat menurunkan kualitas tidur.
2. Perbaiki pola makan. Pola makan dan diet yang sehat tidak hanya akan mencegah sariawan namun juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Perbanyak sayuran hijau dan buah yang kaya akan asam folat, vitamin B12, C dan zat besi. Bila sedang menderita SAR, hindari makanan yang pedas dan asam.
3. Jaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.
Kuldon adalah tablet herbal pertama dan satu-satunya di Indonesia yang berkhasiat meredakan sariawan atau SAR. Saya pribadi merasakan setelah menggunakan tablet Kuldon fase ke-4 dari perkembangan SAR di atas dipercepat. Dalam waktu 4-5 hari dari awal SAR saya sudah tidak mersakan kesakitan lagi. Kalau saya pribadi menggunakannya sesegera mungkin sehingga nyeri dan peradangan sariawannya tidak berlanjut. Dosis dan cara pemakaiannya sesuai umur. Dosis Dewasa cukup 3xsehari 2 tablet. Sedangkan untuk anak-anak cukup setengah dosis dewasa. Cara minumnya bisa diminum langsung atau dikunyah terlebuh dahulu sebelum ditelan.
Saat pertama akan menggunakan Kuldon. Saya browsing mencari bukti epidemiologi obat herbal tersebut. Sangat jarang penelitian tentang obat herbal (sedikit sekali yang dipublikasikan?). Dan saya tidak menjumpai penelitian tentang Kuldon sendiri. Akhirnya saya cari satu persatu kandungan Kuldon. Formual herbal Kuldon antara lain:
- Saga Manis yang mengandung glycyrrhizin yang berfungsi sebagai anti radang.
- Bunga Krisan dan akar alang-alang yang mempunyai khasiat anti piretik (penurun panas) dan analgetik (pengurang rasa sakit).
- Ekstrak Licorice dan ekstrak herba timi
Sumber : disini |
Dalam buku Guidelines for The Use of Herbal Medicines in Family Health Care edisi ke 6 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 disebutkan bahwa terapi herbal untuk stomatitis atau sariawan adalah Saga (Abrus precatorius L), atau Coleus amboinicus atau daun Sirih (Piper betle L).
Beberapa jurnal yang saya baca menyebutkan glycyrrhizin bersifat sebagai anti radang. Pada penelitian Burgess dkk disebutkan ekstrak herbal (glycyrrhiza) terbukti efektif untuk mengurangi nyeri dan mempercepat kesembuhan pada penderita SAR. Melalui jurnal penelitian ini saya mantap mencoba Kuldon produk Deltomed.
Yang membuat saya lebih yakin lagi ternyata produk herbal yang dihasilkan oleh Deltomed sudah memiliki sertifikasi halal dan berdasarkan sertifikat cara pembuatan obat tradisional yang baik (CPOTB) serta berdasarkan ISO 9001 – 2008 yang menjamin kualitas produk.
REFERENSI
Burgess J.A., et al, 2008. Review of over-the-counter treatments for aphthous ulceration and results from use of a dissolving oral patch containing glycyrrhiza complex herbal extract. Journal Contemp Dent Pract. Vol 9 No.3. 88-89.
Sardjono B. 2010. Guidelines for The Use of Herbal Medicines in Family Health Care 6ed. Ministri of Health Republic of Indonesia. 54-55.
Porter S.R., et al. 2000. Recurrent Apthous Stomatitis. Elseiver. New York. 569-578.
Scully C. 2013. Oral and maxillofacial Medicine The Basis of Diagnosis and Treatment. Elsevier. London.
Schröfelbauer B., et al. 2009. Glycyrrhizin, the Main Active Compound in Licorice, Attenuates Pro- Inflammatory Responses by Interfering with Membrane-Dependent Receptor Signaling. Biochemical Journal Immediate Publication. 1-20
Wulandari E.A, Setyawati T., 2008. Tata Laksana SAR Minor untuk Mengurangi Rekurensi dan Keparahan (Laporan Kasus). Indonesian Journal of Dentistry. Vol.15. No.2.
@kompasiana, #CaraSehatHerbal
Nice info gan,
BalasHapusDi 2018 ini. Saya bilang matur nuwun infonya.
BalasHapus