Senin, 17 Oktober 2011

YOU COLOURED MY LIFE

Saya pertama kali bertemu dengan dr. Julius Sihombing waktu wawancara untuk masuk kerja di RS Baptis Batu. Hari itu hari yang tak pernah terlupakan dalam hidupku. Aku bertemu seseorang yang luar biasa yang dalam waktu 15 menit mampu mengorek riwayat hidupku sampai yang paling dalam : prinsip hidupku.
Jujur aku juga tidak pernah menduga kalau akhirnya dia akan menjadi papaku.
Selama bekerja bersama dengan dr. Julius S, terutama saat visite pasien bedah bersamanya aku banyak belajar baik itu ilmu kedokteran maupun theologia. Bagaimana seorang dokter mesti menyentuh pasiennya. Sentuhan itu wujud kasih serta empati seorang dokter terhadap pasien dan sentuhan itu berefek positif terhadap pasien sehingga pasien bisa sembuh. Aku banyak belajar tentang ilmu bedah terutama anatomi dan fisiologi manusia, yang ternyata sangat berguna sewaktu aku menjalani residensi Rehab Medik sekarang ini. Aku tahu ini rencana Tuhan yang memakai papa mempersiapkanku memasuki jenjang spesialisasi.
Seperti dokter umum lain yang bekerja di UGD RS Baptis, aku juga ketakutan jika konsul ke papa. Apalagi waktu awal2 aku bekerja (tahun 2002) papa sangat terkenal sangat tegas dan disiplin. Bahkan sampai2 ada teman dokter umum RSBK sampai tukar jadwal jaga menghindari konsulen bedahnya dr. Julius S,SpB. Aku tahu papa punya standar yang tinggi buat seorang dokter umum. Jadi jika kita mau melapor pasien/konsul kita mesti siap dan mengerti benar pasien kita. Tapi hasil dari konsul, kita mendapat banyak ilmu dan beres
semua masalah. Selain itu sekalipun papa punya standar tinggi untuk kita, tapi beliau menerima kita apa adanya.
Menurut papa pembelajran atau transfer ilmu di kedokteran yang terbaik adalah "bed side teaching" dengan peserta yang sedikit. Model ini sangat mirip dengan prinsip pemuridan. RS Baptis Batu sendiri punya sistem seperti itu yaitu asistensi dan menurut saya itu sangat bermanfaat bagi dokter umum.
Saat2 berkesan lain dengan papa adalah saat aku meminta ijin berpacaran dengan putrinya. Bagiku ini lebih menakutkan dibanding waktu konsul pasien. Yang lucunya adalah kami sering bertemu di Batu tapi meminta ijinnya di Jakarta. Tapi di luar dugaanku ternyata papa dengan muka serius dan tersenyum mengijinkanku dan berpesan karena usia kami sudah sama2 dewasa pacarannya bukan yang pacaran anak2 ABG tapi secara dewasa yaitu pacaran untuk mempersiapkan ke jenjang yang lebih serius lagi.
Saat acara lamaran papa yang biasa pandai berbicara jadi speechless karena bicara bapak yang memukau. Lebih mengagetkan lagi waktu ditanya apakah menerima lamaran anak saya, papa menjawabnya "Sebagai seorang Bapak, tidak ada satu priapun yang pantas untuk putrinya". Bapak kemudian menjawab " Jadi sebenarnya diterima atau tidak lamaran saya?". Papa menjawab "Iya2". Sampai di rumahpun kakak2 juga masih bertanya kalian itu diijinkan gak si? Bagiku itulah papa dengan gaya khasnya.
Sewaktu acara "sungkeman" waktu menikah papa membisikkan kepadaku "Gus, kamu sekarang sudah menjadi anakku" Aku tahu dengan berkata seperti itu aku berhak memanggilnya papa, meskipun dari sebelumnya beliau sudah kuanggap seperti ayahku sendiri.
Papa selalu mensupportku untuk menjadi spesialis, makanya tidaklah heran sewaktu aku diterima sebagau PPDS Rehabilitasi Medik itu sangat membahagiakan papa.
Aku banyak belajar dari papa tentang prinsip hidup, ilmu kedokteran, theologia bahkan politik. Sungguh seorang pribadi yang tak terlupakan dalam hidupku bahkan sampai akhir hidupnya. Aku bersyukur boleh menjadi anaknya boleh belajar banyak darinya.
Thanks Pa, you coloured my life. I always love you.

6 komentar:

  1. Greetings, I'm one of Daniel's seminary classmate, Jemimah, from Malaysia. Just want to thank you for this writing. It helps me grieve. Since meeting Uncle Julius for the first time, I can only remember him as a outstanding man with an unmistakable Bible-character like character.

    ~Before continuing, not sure of the terms I should use in addressing Uncle Julius. Initially I used 'Mr Julius', but Mrs Julius used 'Om' in her sms reply. So I used 'Uncle'. Sorry for the clumsiness in addressing.~

    The first time I met Uncle Julius was the time he was in Singapore for medical attention. A church deacon, one of my senior colleague, and me visited him at the place Uncle Julius, wife and Daniel rented for the temporary stay. This church deacon was formerly a trachea cancer patient - am suffering a relapse some time near September 2011 - but he was well when he visited Uncle Julius, it was because of this deacon's will to visit and encourage Uncle Julius that we all went for this visit.

    Despite of what I heard of Uncle Julius condition from Daniel, I was so surprised to meet him that looked so fresh and cheerful. Then, even when I thought he must have been very disappointed by our visit because of the deacon's speech,Daniel told me he was encouraged. I'm grateful to God about that, but speechless at the same time. If I were to be in his position, I don't think my reaction would be anything close to Uncle Julius's.

    The second and the last time I met him was the next day of the day we went for the visit. I was 'assigned' to bring a 'place' for the tea the church deacon gave Uncle Julius. I went right after my office hour, but because of the distance and traffic, I still arrived at dinner time - which I was trying to avoid. Despite that, Uncle Julius & wife still greeted me with smiles. They are ready to go out for dinner, and I shall be heading 'home', so it is agreed upon that we shall leave the apartment together. Uncle Julius asked his wife about things that they should bring along for dinner, apparently the things are still in the room. When Mrs Julius make the effort of rising to get them, Uncle Julius rose so fast to stop her and make her sit, then he himself went to fetch the things. A very loving & spirited move despite his health condition. So touching & very unforgettable.

    The lost I felt as the news of him being brought back to God dawn did not surprised me. Uncle Julius is a man of charisma, my deepest condolences to the lost of your family.

    Yours sincerely
    Still with prayers,
    Jemimah

    BalasHapus
  2. Mas, aku ndak pernah tukar jaga kok....malah ditukerin jaga, hahaha... Tapi selama 3 tahun bekerja, saya tidak pernah menemukan kesulitan konsul dengan beliau. Great memoar for dr. J.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan dikau Chan yang tukar jaga. Btw Trims ya

      Hapus
  3. tatapan mata dr. Julius Sihombing sekarang ada di mata Kinan...mungkin saya terlalu memperhatikannya..God Bless Us...

    BalasHapus