Kamis, 21 Agustus 2014

DALAM BANGSAL

dr. I. Lukitra Sp KFR (Koleksi pribadi)


Sosok-sosok tubuh lemah
tenggelam dalam keputusasaan
tergolek dalam ketakberdayaan
terbaring dalam kelemahan

Aku datang menghampiri satu per satu
sejuta harap hadir dalam binar mata
dengan lembut kusapa mereka
"Aku bukan Tuhan..." kataku kemudian
Secercah asa itu meredup
digantikan kegamangan yang menggelayut
"Aku juga bukan malaikat ..."
mata itu tak berkejab melekat erat memandangku
"Aku hanya manusia biasa,
Tapi aku pelayan-Nya..., menjadi alat kesembuhan dari-Nya,
akan kuberikan yang terbaik, bahkan hidupku sekalipun
dengan ilmu yang kupelajari bertahun-tahun.."

Namun aku tetaplah manusia biasa
yang butuh dimengerti juga
kadang alpa dan juga dosa

Bukan dengan japa mantra
ataupun kekuatan magis dan adi kodrati
namun hanya jiwa yang berbelas kasih
yang didasari ilmu kesembuhan
dan kuasa Tuhan semata

Aku bukan dukun atau paranormal
aku hanya manusia biasa
yang bergelut dengan diktat tebal bertahun-tahun
yang berjibaku ditemani malam kelam
dalam adrenalin yang terus mengalir

Aku hanya perantara kesembuhan
Aku bukan Tuhan


Surabaya, Agustus 2014


NADIR


Jiwa yang berkubang lumpur dosa ini

layakkah kupersembahkan pada-Mu
tubuh yang berlumuran nista ini
sucikah kubawa ke mezbahmu
roh yang bercampur dengan kekotoran nurani
patutkah kuhantar ke altarmu
aku gamang....
dengan apakah kan kubasuh semua ini
Kemanakah Engkau pergi dariku?

Dalam doaku
Kubersujud
Mencari wajahMu dalam kelamnya hidup
Adakah Kau ada untukku?
Sementara berjuta harap kian punah
Aku terurai oleh asa yang menghilang
Atrofi akan jati diri
Remuk hancur tak bersisa
Jatuh dalam nadir tak terkira

Saat aku dalam dua dunia
Antara ada dan tiada
CahayaMu menyentuh jiwaku
Membungkusku menghangatkanku
Memberi nafas baru bagiku
Aku menangis
Kusadari
KasihMu memberiku hidup...




Surabaya, Januari 2015

Jumat, 25 Juli 2014

SUJUDKU

Masjid Agung Demak (koleksi pribadi)

Di bawah telapak-MU
kubersimpuh dengan bibir kelu
tak kuasa aku memandang wajah-Mu
tertunduk aku dalam tatapan sayu

Aku datang lagi
mengetok pintu rumah-Mu
walau terasa hambar dan hampa
pilar-pilarmu yang kukuh
menyangga ragaku yang rapuh
penuh luka karena dosa

Aku datang lagi pada-Mu
setelah lelah sudah aku mengembara
mencari harapan di antara bayang-bayang
mencari sekeping hati suci
di tengah padang ilalang dunia

Biarlah kini...
di hadapan-Mu kutundukkan wajahku
kusatukan kata hatiku
dalam sujudku


Demak, 2011




Minggu, 13 Juli 2014

PENGETAHUAN YANG BENAR KUNCI STOP DISKRIMINASI & STIGMA NEGATIF PENDERITA TB

Sumber di sini
Kata “stigma” berasal dari bahasa Yunani, untuk menyebut bekas luka pada kulit akibat ditempel besi panas yang dilakukan pada budak, penjahat atau orang-orang yang dianggap kriminal lainnya, sehingga mudah diidentifikasi sebagai orang yang hina atau harus dijauhi. Stigma juga bisa diartikan sebagai “label”untuk orang-orang yang tidak dikehendaki.
Dalam pengertian yang sederhana, stigma adalah sikap atau attitude negatif yang terkait dengan keyakinan atau pengetahuan seseorang. Sedangkan diskriminasi adalah perilaku atau action yang dilakukan. “Stigma” dan “diskriminasi” adalah pandangan negatif terhadap orang atau kelompok tertentu yang dianggap mempunyai sesuatu yang tidak baik.
Stigma tidak hanya dikaitkan dengan orang dengan Penyakit TB tapi juga melekat pada pasien penyakit lainnya, misalnya; kusta dan HIV dan AIDS. Stigma tentang pasien TB sangat berkaitan dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, penyakit orang miskin, penyakit keturunan, penyakit kutukan, penyakit guna-guna dan lain sebagainya.
Stigma yang muncul pada penyakit TB menyebabkan munculnya diskriminasi pada pasien TB. Diskriminasi terhadap pasien TB saat ini sudah sangat berkurang dibanding tahun 1970 an, seiring denga ditemukan serta di pasarkanya obat-obatan TB kategori I ( Ethambutol, Pirazinamid, Izoniasid dan Ripampizin) dan makin meratanya layanan terhadap pasien TB hamper di seluruh Puskesmas tingkat Kecamatan di Seluruh Indonesia.
Stigma di masyarakat umum telah memunculkan diskriminasi pada pasien TB. Bentuk-bentuk diskriminasi yang muncul adalah: pengusiran, pengasingan, tidak dilayani disuatu pelayanan sosial dan atau bahkan kesehatan, pemecatan dari pekerjaaan dan lain sebagainya.
Adalah hal yang wajib untuk menghapuskan stigma negatif dan diskriminasi terhadap penderita TB. Label yang negatif dapat mengakibatkan banyak hal terutama semakin merebaknya penderita TB. Bagaimana tidak? Bila seorang penderita TB mengalami diskriminasi, dia akan dikucilkan. pengucilan ini menyebabkan dia tidak berobat dengan baik dan benar. Penderita TB aktif yang mengalami pengusiran dari tempat tinggalnya lalu pergi ke daerah baru dan bergaul dengan orang akan cepat menyebarkan kuman TB. Sehingga akan terbentuk endemi baru TB. Secara singkat akibat yang ditimbulkan adanya diskriminasi dan stigma negatif pada penderita TB adalah :
  • Pengucilan penderita TB mengakibatkan penderita tidak mendapatkan pengobatan yang benar. Hal ini mengakibatkan penderita tetap akan menderita TB yang aktif yang siap menularkan kepada orang lain terutama keluarga yang tinggal satu rumah. 
  • Pengusiran penderita TB dari tempat tinggalnya seperti yang sudah saya sebutkan di atas akan mengakibatkan penyebaran kuman TB ke daerah yang baru.
  • Tidak dilayani di suatu pelayanan sosial atau kesehatan mengakibatkan kuman TB siap aktif.
  • Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau pemecatan mengakibatkan kondisi sosial ekonomi penderita TB semakin terpuruk. Kondisi ekonomi yang tidak baik akan mengakibatkan penderita TB tidak mendapatkan asupan gizi yang baik karena tidak ada uang untuk membeli nutrisi yang bergizi yang mengakibatkan penyembuhan TB tidak berlangsung. Kondisi sosial ekonomi yang kurang juga akan berimbas kepada lingkungan tempat hidupnya.
Intinya semakin terjadi diskriminasi pada penderita TB semakin mengakibatkan merajalelanya kuman TB sehingga pengendalian TB akan semakin sulit. Pengendalian TB yang sulit akan berakibat beban ekonomi negara semakin berat.


STOP DISKRIMINASI & STIGMA NEGATIF

Untuk menghentikan diskriminasi dan stigma negatif terhadap penderita TB ada baiknya kita belajar sejenak tentang ilmu perilaku manusia.

MOTIVASI

Perilaku manusia itu didasari oleh suatu motivasi. Sedangkan motivasi adalah seluruh dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak atau dorongan lainnya yang berasal dari dalam diri individu untuk melakukan suatu tindakan. Motivasi member tujuan dan arah kepada perilaku individu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi itu adalah :
  1. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar tetapi di dalam diri individu tersebut sudah terdapat dorongan untuk melakukan sesuatu.
  2. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang ada karena dipengaruhi oleh faktor- faktor dari luar diri individu tersebut (lingkungan).
Adapun fungsi motivasi adalah :
  1. Mendorong manusia untuk berbuat, yakni sebagai penggerak atau motor yang melepas energi.
  2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang ingin dicapai.
  3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang untuk mencapai tujuan dengan mengeliminasi perbuatan-perbuatan yang tidak mengandung manfaat bagi tujuan tersebut.
Berdasarkan pendapat Dirgagunasa karena dilatarbelakangi adanya motif maka tingkah laku tersebut disebut tingkah laku bermotivasi. Tingkah laku bermotivasi itu sendiri dapat dirumuskan sebagai tingkah laku yang dilator belakangi karena adanya suatu kebutuhan. Lingkaran Motivasi terdiri dari : 
Berdasarkan pendapat Maslow, kebutuhan dibagi berdasarkan tingkat kebutuhan manusia, yaitu :
  1. Kebutuhan fisiologis, adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi (kebutuhan makan, minum, seks, sandang).
  2. Kebutuhan keamanan dan keselamatan, adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman, kecelakaan, dan keselamatan dalam melakukan aktivitas.
  3. Kebutuhan sosial, adalah kebutuhan berteman, dicintai, dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok.
  4. Kebutuhan akan penghargaan diri, adalah pengakuan serta penghargaan dan prestise dari orang lain.
  5. Kebutuhan aktualisasi diri, adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan untuk mencapai prestise. 
Unsur kedua dari lingkaran motivasi adalah perilaku yang dipergunakan sebagai cara atau alat agar suatu tujuan bisa tercapai. Perilaku terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar. Unsur ketiga dari lingkaran motivasi adalah tujuan yang berfungsi untuk memotivasi perilaku. Tujuan juga menentukan seberapa aktif individu akan berperilaku. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar, perilaku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika tujuannya menarik, individu akan lebih aktif lagi berperilaku.

Pada dasarnya perilaku manusia bersifat majemuk, karena itu tujuan dari perilaku tidak hanya satu. Selain tujuan pokok (primary goal), ada juga tujuan lain atau tujuan sekunder (secondary goal).

Perilaku diskriminasi terhadap penderita TB bisa timbul akibat kebutuhan keamanan dan keselamatan masyarakat yang sehat terancam. Stigma negatif yang turun temurun mereka ketahui mengakibatkan rasa takut mereka akan tertular TB. Sehingga tidak heran timbul sikap penolakan dan pengucilan bahkan pengusiran penderita TB.

PENGETAHUAN

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan ini  akan berpengaruh terhadap sikap seseorang terhadap suatu hal.

SIKAP


Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok.

Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari. 

TINDAKAN


Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut dengan perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks.

Dalam peraturan teoritis,tingkah laku dibedakan atas sikap,dimana sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas.


Pengetahuan --> Sikap --> Niat --> Tindakan

Jadi untuk mengubah tindakan yang berupa diskriminasi terhadap penderita TB diperlukan pengetahuan yang benar tentang penyakit TB sehingga sikap yang dikenal selama ini bisa berubah.

Pengetahuan sendiri dibentuk melalui beberapa tingkatan yaitu :
  • Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
  • Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secarabenar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
  • Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telahdipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
  • Analisa (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
  • Sintesis (synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
  • Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Mengubah pengetahuan masyarakat tentang TB membutuhkan waktu karena tingkatan-tingkatan pengetahuan di atas. Sehingga diperlukan tindakan yang komprehensif dan terus menerus dalam menyebarkan pengetahuan TB tersebut.

Jadi kunci dari perubahan sikap dan tindakan ini adalah penyebarluasan pengetahuan yang benar tentang TB. Tentu saja pengetahuan yang benar ini diberikan kepada :
  • Masyarakat sekitar sehingga tidak memberikan stigma negatif dan diskriminasi
  • Penderita TB sehingga mempunyai perilaku sehat dan motivasi untuk berobat secara tuntas.
  • Pemerintah atau negara sehingga memiliki komitmen untuk memberantas tuntas TB
Pengetahuan yang disebarkan terutama adalah :
  • TB dapat diobati dan disembuhkan jika penderita menjalankan pengobatan TB secara tuntas.
  • Perlunya kerjasama masyarakat dan petugas kesehatan dalam menemukan penderita baru TB atau penderita yang putus obat.
  • Perlunya peran masyarakat dan negara dalam memberantas tuntas TB.
  • Adanya obat gratis yang diberikan kepada penderita TB dari pemerintah.
  • Akibat yang ditimbulkan jika penderita TB tidak diobati secara tuntas sehingga terjadi MDR TB.
  • Adanya HIV dan TB merupakan koinfeksi yang berbahaya, sehingga diperlukan perhatian khusus.
  • Stop diskriminasi dan stigma negatif terhadap penderita TB karena akan berdampak merugikan dan semakin tersebar luasnya kuman TB.
Jadi tunggu apa lagi mari kita sebarkan pengetahuan tentang penyakit TB yang benar sebagai relawan-relawan TB.

Sebagai penutup, bagi saya setiap blogger yang mengikuti blog competition TB ini adalah penyebar pengetahuan yang benar tentang TB. Selamat buat kita semua. Kita semua adalah pemenangnya. Sebagai agen-agen terbaik penyebar pengetahuan tentang TB yang benar.

Jika ingin mengetahui informasi tentang TB lebih lanjut, silahkan akses informasinya di :
Web          : http://www.tbindonesia.or.id/
Facebook : Stop TB Indonesia
Twitter       : @StopTBIndonesia

Tulisan ini diikutkan dalam Blog CompetitionTemukan dan Sembuhkan Penderita TB, Serial 8 dengan tema “Stigma dan Diskriminasi Terhadap Pasien TB”

#SembuhkanTB @TBIndonesia

Referensi :
www.tbindonesia.or.id
www.stoptbindonesia.org
www.depkes.go.id
http://repository.usu.ac.id

Artikel terkait :

Serial 1
Serial 2
Serial 3
Serial 4
Serial 5
Serial 6
Serial 7

Minggu, 29 Juni 2014

RELAWAN TB INDONESIA

Seorang relawan TB (sumber di sini)
Seperti yang sudah kita bahas di serial-serial sebelumnya, TB sebagian besar menyerang usia produktif dan masyarakat dengan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan. TB menjadi penyebab tersering untuk kesakitan dan kematian pada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS).

TB sering dihubungkan dengan kemiskinan, lingkungan yang kumuh, padat dan terbatasnya akses untuk perilaku hidup bersih dan sehat. Wanita hamil dan anak-anak juga sangat rentan terkena TB.

Sebanyak 1/3 kasus TB masih belum terakses atau dilaporkan. Bahkan sebagian besar kasus TB terlambat ditemukan sehingga saat diagnosa ditegakkan mereka sudah dalam tahap lanjut bahkan kuman telah resisten obat sehingga sulit diobati.

Keterlambatan pengobatan ini bermakna karena menunjukkan lebih banyak lagi penduduk yang sudah terpapar TB.

Ada hubungan timbal balik antara TB dan kemiskinan di negara dengan ekonomi lemah yang notabene ke-4 besar negara dengan kasus TB terbanyak masuk kriteria tersebut. Untuk lebih lengkapnya bisa dibaca di sini. Ada beban ekonomi yang harus ditanggung oleh keluarga penderita TB, masyarakat dan negara.

Strategi DOTS yang telah dicanangkan WHO adalah strategi yang efektif dan efesien dalam tatalaksana TB. Di mana strategi DOTS ini mengutamakan pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat). Sehingga diharapkan bisa menyembuhkan 85% dan mendeteksi 70% orang-orang yang menderita TB.

Seperti yang telah dijelaskan dalam tulisan sebelumnya tentang segitiga epidemiologi ada tiga faktor yang berperan terjadinya penyakit yaitu pejamu (host), agen (agent), dan lingkungan(environment). Ketidakseimbangan ke-3 unsur tersebut menyebabkan terjadinya penyakit. Untuk lebih detailnya bisa dibaca disini.

Upaya pelayanan kesehatan mencakup upaya peningkatan (promotif), upaya pencegahan (preventif), upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.

Relawan

Masyarakat berperan penting dalam upaya pelayanan kesehatan terutama dalam penanggulangan TB. Dalam segitiga epidemilogi masyarakat berperan dalam unsur lingkungan atau environment. Penanganan TB memerlukan peran serta dan kepedulian masyarakat. Masyarakat bisa menjadi relawan yang peduli terhadap TB

Peran masyarakat dalam upaya Promotif

Masyarakat sebagai relawan yang peduli TB berperan dalam promotif adalah dengan :
  • Menemukan penderita TB, baik penderita TB baru maupun penderita TB yang putus obat untuk memeriksakan diri. Sehingga angka cakupan TB akan meningkat.
  • Menyebarkan pengetahuan tentang TB kepada orang lain.
  • Mempromosikan pentingnya vaksinasi BCG untuk anak-anak.
  • Mempromosikan gaya hidup sehat kepada masyarakat sekitarnya.
  • Mempromosikan bahwa pengobatan TB harus sampai tuntas, sehingga angka kegagalan pengobatan TB yang bisa berkembang menjadi MDR TB menurun.
Peran masyarakat dalam upaya Preventif

Masyarakat sebagai relawan yang peduli TB berperan dalam preventif adalah dengan :
  • Mencegah terjadinya penyebaran TB di lingkungannya dengan mengupayakan lingkungan yang sehat baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
  • Menjaga lingkungan fisik yang sehat seperti rumah dengan ventilasi yang baik, tidak lembap, cukup cahaya matahari sehingga kuman TB tidak berkembang biak.
  • Mencegah dan melindungi anak-anak dengan vaksinasi BCG.
  • Menjaga lingkungan sosial yang baik, sehingga penderita TB merasa diterima, tidak minder dan mau menuntaskan pengobatannya sehingga angka putus obat TB bisa dicegah.
Peran masyarakat dalam upaya Kuratif

Masyarakat sebagai relawan yang peduli TB berperan dalam kuratif adalah dengan :
  • Menolong dan memotivasi pasien TB agar sembuh dengan menuntaskan pengobatannya.
  • Menjadi PMO untuk mencegah angka putus obat.
  • Memberikan pengertian tentang gaya hidup yang baik, lingkungan yang sehat dan makanan yang bergizi sehingga pengobatan TB lebih efektif.
Peran masyarakat dalam upaya Rehabilitatif

Masyarakat sebagai relawan yang peduli TB berperan dalam rehabilitatif adalah dengan :
  • Tidak memberikan stigma negatif sehingga penderita merasa diterima dan tetap bisa membaur dengan masyarakat.
  • Menjaga lingkungan yang sehat. 
Masyarakat dapat berperan sebagai relawan secara pribadi (sebagai PMO misalnya) atau tergabung dalam komunitas peduli TB dan kelompok saling mendukung. Sinergi yang baik antara pemerintah dan masyarakat akan mempercepat pemberantasan TB di indonesia. Bersama kita bisa. Tunggu apa lagi. Yuk jadi relawan TB di Indonesia.

Jika ingin mengetahui informasi tentang TB lebih lanjut, silahkan akses informasinya di :
Web          : http://www.tbindonesia.or.id/
Facebook : Stop TB Indonesia
Twitter       : @StopTBIndonesia

Tulisan ini diikutkan dalam Blog CompetitionTemukan dan Sembuhkan Penderita TB, Serial 7 dengan tema Peran Masyarakat dalam Pengendalian TB.

#SembuhkanTB @TBIndonesia

Referensi :
www.tbindonesia.or.id
www.stoptbindonesia.org
www.depkes.go.id
www.worldvision.org.ph

Artikel terkait :

Serial 1
Serial 2
Serial 3
Serial 4
Serial 5
Serial 6
Serial 8

Selasa, 24 Juni 2014

BUKU ANTOLOGIKU


Kehidupan laksana sebuah film, dimana setiap detik adalah adegan yang harus dimainkan. Bedanya kalau di film kita bisa membaca skenarionya dulu, sedangkan di dalam hidup tidak. Beberapa adegan dalam hidup seringkali kita tidak tahu jawabannya. Atau sebenarnya ada tapi kita yang tidak tahu atau lupa? Entahlah itu misteri Ilahi. Yang jelas Rangga sangat menikmati setiap adegan dalam hidupnya. Adegan yang mempertemukannya dengan seseorang, yang membuat degup lembut dalam hatinya.

Sore itu adalah sore terindah, sore yang tak akan terhapus dari relung hati dan ingatan Rangga. Pertemuan sederhana di suatu senja yang beranjak pergi yang selanjutnya mengajarkannya akan arti sebuah kebahagiaan dan keikhlasan

Mau tahu kelanjutan kisahnya.....
Silahkan baca dan simak cerpen dengan judul "Senja Telah Pergi" pada buku antologi cerpen "Romantika Cinta"

Beli yuk...
(hahahaha maunya.....)

Minggu, 15 Juni 2014

BEBAN YANG HARUS DITANGGUNG AKIBAT TB

TB masih menjadi masalah kesehatan di tingkat dunia, dengan perkiraan kasus sebanyak 8,6 juta. TB juga masih menjadi penyebab kematian utama di banyak negara berkembang. Indonesia menduduki peringkat keempat dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia setelah India, Cina dan Afrika Selatan. Keempatnya adalah negara yang berkembang, menurut kategori World Bank.

Berdasarkan data dari World Bank ke-4 peringkat terbanyak kasus TB terbanyak di dunia memiliki GNI (Gross National Income) per kapita di bawah rata-rata dunia.

Sumber di sini
Rata-rata GNI dunia pada tahun 2012 adalah 10.212,3 US$. Dimana GNI ke-4 negara tersebut menurut data Bank Dunia di tahun 2012 adalah sebagai berikut :
  1. India dengan GNI sebesar 1.550,0 US$
  2. Cina dengan GNI sebesar 5. 720,0 US$
  3. Afrika Selatan dengan GNI sebesar 7.460,0 US$
  4. Indonesia dengan GNI sebesar 3.420,0 US$
GNI sendiri adalah pendapatan nasional bruto yang dikonversikan ke dollar Amerika Serikat dengan metode Atlas Bank Dunia, dibagi dengan populasi pada tengah tahun. GNI, dihitung dalam mata uang nasional, biasanya dikonversi ke dolar AS dengan kurs resmi untuk perbandingan antar negara, meskipun tingkat alternatif digunakan ketika nilai tukar resmi dinilai menyimpang dengan margin yang sangat besar dari tingkat benar-benar diterapkan dalam transaksi internasional . Untuk memuluskan fluktuasi harga dan nilai tukar, metode khusus Atlas konversi yang digunakan oleh Bank Dunia.

GNI per kapita yang rendah ini mengindikasikan kemampuan ekonomi yang lemah. Hal ini berbanding terbalik dengan Amerika Serikat yang GNI per kapita tinggi namun kasus TBnya rendah. Jadi ada korelasi antara ekonomi lemah dengan berkembangnya kuman TB.

Ekonomi Lemah & TB

Ada korelasi timbal balik antara negara dengan ekonomi lemah dan berkembangnya TB. Mari kita simak ilustrasi berikut :
Sumber : dokumentasi pribadi

Seperti ilustrasi di atas ada korelasi antara negara dengan ekonomi lemah dengan berkembangnya TB. Di negara dengan ekonomi lemah kebanyakan terjadi ledakan penduduk karena program pembatasan kelahiran tidak berhasil. Penduduk yang banyak pada suatu negara menyebabkan rantai penularan TB berkembang lebih banyak dan pesat.

Kemiskinan yang terjadi di negara dengan ekonomi yang lemah berpengaruh terhadap terjadinya malnutrisi. Terjadinya malnutri membuat TB berkembang dengan pesat atau terputusnya rantai penularan menjadi lebih sulit. Bisa di baca di sini. Malnutrisi ini berkaitan dengan daya tahan tubuh untuk melawan kuman TB

Tingkat pendidikan pada negara dengan ekonomi lemah kebanyakan rendah. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap berkembangnya TB. Kesulitan penemuan pasien baru karena pengetahuan yang rendah dari masyarakat. Juga berpengaruh terhadap tingkat edukasi, sehingga pemahaman akan pengobatan tuntas TB tidak tercapai. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya resistensi obat TB. Untuk lebih jelasnya bisa dibaca di sini. 

Kemiskinan juga berpengaruh terhadap gaya hidup masyarakat. Gaya hidup yang tidak baik akan menyebabkan TB akan berkembang pesat. Untuk lebih jelasnya bisa di baca di sini. Gaya hidup yang tidak baik ditunjang kemiskinan menyebabkan masyarakat hidup dalam lingkungan yang tidak baik seperti lembab, kurang ventilasi sehingga menjadi tempat yang baik untuk berkembangnya kuman TB. Untuk lebih jelasnya bisa di baca di sini. 



Dana yang banyak dibutuhkan untuk mengatasi penyakit TB. Bagaimana tidak? Untuk mendiagnosis saja butuh dana yang tidak sedikit, belum untuk pengobatan yang memerlukan 6 bulan. Kalau terjadi resistensi obat dana yang dibutuhkan akan semakin besar. Hal ini tentu saja tidak akan mampu dipenuhi oleh negara dengan ekonomi lemah, sehingga TB makin berkembang pesat.



Begitu juga sebaliknya, TB yang berkembang memberikan dampak yang buruk bagi negara ekonomi lemah. Di negara berkembang dengan ekonomi lemah TB banyak menyerang usia produktif atau dewasa muda. Hal ini menyebabkan penderita tidak bisa bekerja bahkan harus rela kehilangan mata pencariannya karena kesakitannya itu. Bahkan beberapa penderita harus berhutang untuk biaya pengobatannya. Memang ada obat gratis, tapi mereka juga butuh uang untuk biaya transportasi, perawatan dan makanan yang bergizi.



Angka kematian yang tinggi akibat TB pada usia produktif menjadi beban tersendiri bagi negara dengan ekonomi lemah. 



Angka kematian akibat TB di dunia mencapai 1,3 juta jiwa per tahun, 410.000 pada wanita dan 74.000 pada anak-anak. Sebanyak 1,1 juta Orang dengan HIV menderita TB atau 13%, dengan kematian sekitar 320.000 jiwa. Untuk kasus TB resistan obat dari 450.000 kasus, 170.000 meninggal akibat penyakit ini.

Di Indonesia, setiap tahun terdapat 67.000 kasus meninggal karena TB atau sekitar 186 orang per hari. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat 3 dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia (SKRT 2004). Selain itu pada usia 5 tahun ke atas, TB merupakan penyebab kematian nomor 4 di perkotaan setelah stroke, Diabetes dan hipertensi dan nomor 2 dipedesaan setelah stroke (Riskesdas 2007).
Dana yang besar akibat TB yang berkembang menjadikan beban ekonomi bagi negara dengan ekonomi lemah, sehingga semakin lemah tingkat ekomominya. Jadi jelaslah bahwa ada hubungan timbal balik antara ekonomi lemah suatu negara dengan TB yang berkembang. 

DALLY & Beban Ekonomi Akibat TB

Bank Dunia telah rnengembangkan metode pengukuran beban penyakit menggunakan Disability Adjusted Life Year (DALY) yang mengkombinasikan kehilangan tahun kehidupan produktif karena kematian prematur dengan kehilangan tahun kehidupan produktif karena disabilitas.Sejak tahun 1995 Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Depkes RI menggunakan metode DALY.

Untuk mengetahui beban penyakit TB di suatu negara perlu diketahui jumlah dan distribusi umur kasus baru TB yang terdapat di masyarakat setiap tahun dan jumlah serta distribusi umur penderita yang meninggal karena tuberkulosis setiap tahun.

Oleh karena sistem informasi kesehatan di negara berkembang terrnasuk Indonesia kurang mernadai. Maka beban penyakit TB biasanga diperkirakan secara tidak langsung dengan menggunakan beberapa parameter epidemiologi seperti :
  • Risiko tahunan rata-rata infeksi TB
  • Insiden sputum BTA positif
  • Proporsi kasus TB dengan BTA positif
  • CFR (Case Fatality Rate) untuk TB dengan sputum BTA positif
Beban penyakit TB  dapat dilihat dari berbagai perspektif : seperti beban dari perspektif keluarga, masyarakat dan negara.

Beban keluarga terutama menyangkut dana dan stigma negatif dari masyarakat sekitar. Seperti sudah dijelaskan di atas penderita kebanyakan usia produktif. Beban masyarakat adanya stigma negatif terhadap penderita TB menyebabkan terjadinaypengucilan penderita tersebut.

Beban penyakit TB untuk negara bisa dijelaskan seperti contoh berikut. Pada tahun 1993  total DALY di Indonesia yang hilang karena penyakit TB mencapai 5.074.140 atau 13% dari beban penyakit nasional. Dengan 2.799.849 DALY terjadi pada laki-laki dan 2.274.291 DALY terjadi pada wanita. Sebagian besar (99%) atau 5.026.026 DALY disebabkan karena kematian prematur dan kurang dari 1 % atau 48.114 DAL Y karena disabilitas.

Berdasarkan kelompok umur (sesuai besarnya DALY hilang) adalah sebagai berikut :
  • Kelompok umur 15 - 44 tahun : 3.065.267 DALY
  • Kelompok umur 45 - 59 tahun : 1.028.755 DALY
  • Kelompok umur > 60 tahun : 491.858 DALY
  • Kelompok umur 5-14 tahun : 393.138 DALY
  • Kelompok umur 0-4 tahun : 95.121 DALY
Perhitungan beban ekonomi penyakit dapat dihitung dengan beberapa pendekatan :
Berdasarkan Human Capital Approach dapat dihitung :
  • Penghasilan yang hilang karena penyakit dan disabilitas
  • Penghasilan yang hilang (seharusnya diperoleh), karena terjadi kematian prematur.
Selain itu dapat dihitung pula biaya penyakitnya sendiri yang meliputi :
  • Biaya langsung : medis dan non medis (transport)
  • Biaya tidak langsung (penghasilan yang hilang)
  • Biaya intangibel (tak dapat dihitung secara kuantitatif) seperti penderitaan, rasa sakit dan lain-lain.
Untuk sektor kesehatan, biaya pengoragisasian dan pelaksanaan program pemberantasan (termasuk gaji, bahan, administrasi, bangunan, perlengkapan dan lain-lain) harus pula diperhitungkan.

Dari perspektif  negara, TB menyebabkan kehilangan tahun-tahun produktif dalam satuan DALY sebesar 5.074.140. Bila diperkirakan GDP per kapita penduduk Indonesia adalah 950.00 US$. Maka penghasilan masyarakat yang hilang karena disabilitas dan kematian prematur sebesar 4.820.433.000 US$ atau sekitar 14,5 triliun rupiah setahun yang jauh lebih besar dari anggaran sektor kesehatan dalam setahun. Karena TB mengenai kelompok produktif (15-59 tahun), secara umum kinerja produktivitas negara juga akan berpengaruh.

Beban biaya ekonomi akibat TB yang terbaru adalah dari 40 triliun rupiah (4 Milyar USD) dengan rasio 5%,  menjadi sekitar 5 triliun rupiah (500 juta USD) pada rasio 95%. Indonesia yang saat ini berada di sekitar posisi 75%, meskipun tergolong cukup baik, beban ekonomi yang masih mesti ditanggung sebesar 1,3 juta USD dengan komposisi beban paling besar adalah sektor kematian prematur (loss of productivity due to premature death) yang mencapai 1,16 juta USD.

Beban kematian prematur pasien TB yang tidak mendapat perawatan dapat mencapai 20 kali lipat ($8.800) dari pasien yang mendapat perawatan. Hal yang sama juga terjadi pasien MDB-TB dimana beban biaya pasien yang tidak mendapat perawatan 7 kali lipat lebih besar ($14.333).

Biaya Layanan TB

Berdasarkan target Kementerian Kesehatan untuk penemuan dan pengobatan, total biaya pemberian pelayanan untuk seluruh wilayah negara diproyeksikan meningkat dari sekitar 85 juta US$ pada tahun 2013 menjadi 118 juta US$ pada tahun 2016. 

Rerata biaya pengobatan kasus TB pada tahun 2014 akan menjadi 228 US$ dan rerata biaya pengobatan untuk kasus MDR-TB akan menjadi 10.027 US$.

Sebagai contoh data di Jawa Tengah dana yang diperlukan untuk mencapai target tahun 2014 diestimasikan sebesar 12,8 juta US$ dan diperkirakan akan meningkat menjadi 14,0 juta US$ pada tahun 2016
Nilai tengah (median) biaya untuk seorang pasien TB sebesar Rp.339.000,- untuk fase diagnosis, Rp.509.000,- untuk fase pengobatan intensif dan Rp.790.000,- untuk fase kelanjutan pengobatan

Nilai tengah (median) untuk biaya MDR-TB jauh lebih tinggi yaitu sebesar Rp.450.000,- untuk fase diagnosis, Rp.10.453.000,- untuk fase pengobatan intensif, dan Rp.11.893.000,- untuk fase kelanjutan pengobatan MDR-TB

Berikut salah satu metode yang digunakan untuk menghitung biaya TB
Metode Alat Hitung yang dikembangkan MSH & Kemenkes Indonesia
Sumber di sini
Metode penghitungan biaya pelayanan TB tersebut menggunakan asumsi sebagai berikut :
  • Semua asumsi pembiayaan dapat sepenuhnya disesuaikan dan mudah diperbaharui dalam alat penghitungan
  • Hitungan berdasarkan data 2011 dan diproyeksi hingga tahun 2021
  • Simulasi hitungan ini, laju pertumbuhan masyarakat tahunan adalah 1%
  • Biaya inflasi nasional adalah 4.5%
  • Biaya ditampilkan dalam US$
  • Biaya dari biaya rawat inap pasien untuk sementara menggunakan tarif yang dikumpulkan dari rumah sakit
Berdasarkan model penghitungan di atas, maka perlu diketahui :
  • Proyeksi Kasus dan kejadian TB  2011- 2015
Dengan penghitungan menggunakan simulasi di atas, data yang di tahun 2011,  tim peneliti memproyeksikan bahwa hingga tahun 2015 akan terjadi penurunan insidensi TB yang diikuti dengan peningkatan penemuan kasus TB (Case notification rate).
Sumber di sini
  • Proyeksi Komponen Biaya Layanan Kesehatan (Service Delivery Cost in US$)
Biaya per kapita program TB, proporsi untuk obat TB dan MDR-TB dan pelayanan Monitoring TB dan MDR-TB semakin lama semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kasus dan inflasi.
Sumber di sini
Program TB Dalam BPJS

Ada 3 skenario dalam BPJS untuk program TB. Skenario ini berdasarkan proyeksi roadmap BPJS 40% yang ditanggung saat ini (Gabungan Jamkesman, PT Askes & Jamsostek) hingga mencakup 100% pada tahun 2019.
  • Skenario 1 
BPJS menanggung seluruh layanan TB di fasilitas kesehatan, termasuk obat TB dan MDR-TB, laboratorium, dan lainnya. Terlihat bahwa dengan cakupan yang semakin besar, maka beban biaya BPJS akan menjadi semakin besar pula.
Sumber di sini
  • Skenario 2
Program TB ditanggung sepenuhnya oleh BPJS kecuali obat TB dan MDR-TB serta reagen untuk diagnostik TB. Dapat dilihat bahwa diagnostik dan obat sangat besar biayanya.
Sumber di sini
  • Skenario 3
Program TB di fasilitas kesehatan ditanggung sepenuhnya oleh BPJS kecuali obat TB dan MDR-TB yang ditanggung oleh pemerintah. Dalam skenario 3 ini, semakin lama beban BPJS akan semakin besar akibat dari semakin besarnya cakupan pelayanan untuk MDR-TB. Pada akhirnya, total biaya tersebut diproyeksikan kurang lebih mencapai 50% - 50% antara pemerintah dan BPJS.
Sumber di sini 
Berdasarkan biaya per kapita, Pemerintah pasti akan membiayai orang-orang yang belum tercakup dalam BPJS dan seluruh penduduk termasuk yang tercakup dalam BPJS untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya upaya kesehatan masyarakat (UKM) atau komponen-komponen tertentu dalam pelayanan TB. Sedangkan BPJS hanya akan menanggung beban biaya dari anggota BPJS. Dampak baya per kapita di tahun 2014 dapat dilihat pada gambar berikut.
Sumber di sini
Catatan :  Obat-obatan yang disedikan pemerintah dan donor tidak dimasukkan dalam perhitungan premi yang hendak ditetapkan dalam jaminan kesehatan nasional

Penutup

Indonesia harus memiliki komitmen untuk mandiri dari donor, terutama Global Fund (GF) seperti yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit, Penyehatan Lingkungan Kementerian (PP&PL), Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PP&ML) dan Kementerian Kesehatan RI.

Pemerintah mengharapkan, pada tahun 2016, 80% dari seluruh kebutuhan pendanaan untuk pelayanan program TB dapat bersumber dari domestik.  Pemerintah telah menyusun tiga kunci strategis dalam menghadapi keberlanjutan pembiayaan program TB, yaitu :
  • Meningkatkan alokasi pembiayaan pemerintah baik pusat maupun daerah 
  • Meningkatkan pembiayaan asuransi dan kontribusi swasta sebagai contoh CSR 
  • Penerapan program secara cost-effectiveness dan efisien yaitu tetap menerapkan program DOTS.
Keberhasilan program DOTS akan memulihkan penderita usia produktif kembali bekerja. Sehingga akan memiliki pengaruh positif terhadap beban ekonomi negara.

Oleh karena itu marilah kita dukung upaya pemerintah dalam mengatasi beban yang ditanggung akibat TB, baik itu beban ekonomi maupun kematian. Caranya adalah memperkecil beban ekonomi dan kematian akibat TB yaitu dengan : Melakukan pencegahan TB & pengobatan penderita TB sampai tuntas.

Setiap pencegahan kasus TB dapat menghemat beban biaya yang dikeluarkan pemerintah. 
  • Untuk TB, pencegahan kasus dapat menghemat biaya sistem kesehatan hingga $171 dan mengemat pengeluaran keluarga hingga $791. 
  • Untuk MDR-TB, biaya yang dapat ditekan mencapai $4,972 dan beban keluarga mencapai $4,077. 
Oleh karena itu, pembiayaan TB yang hanya kurang lebih sebesar $20 cents per kapita dapat memberikan kontribusi yang besar dalam menurunkan kasus TB menjadi MDR-TB, melindungi individu dari kemiskinan,  dan membangun ekonomi bangsa Indonesia. Berikut ilustrasi biaya yang dikeluarkan 1 kasus yang diobati dan tidak. Dimana menunjukan pengobatan TB yang tuntas menghemat biaya dan menurunkan beban ekonomi akibat TB.
Sumber di sini
Sebagai warga negara Indonesia yang baik mari kita bersama-sama membantu pemerintah untuk memperkecil beban ekonomi yang harus ditanggung akibat TB yaitu dengan melakukan pencegahan TB dan mendukung upaya pengobatan penderita TB melalui :
  • Memiliki gaya hidup sehat (lingkungan maupun diri sendiri) serta menyebarkan pola hidup sehat tersebut ke orang lain. Pola hidup sehat akan meningkatan kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah tertular TB.
  • Mencegah dan melindungi anak dari TB dengan vaksinasi BCG.
  • Menemukan penderita TB di sekitar kita dan mengajaknya untuk memeriksakan diri
  • Menyebarkan pengetahuan tentang TB kepada orang lain.
  • Menolong dan memotivasi pasien TB agar sembuh dengan menuntaskan pengobatannya, menjadi PMO, memberikan pengertian tentang gaya hidup yang baik, lingkungan yang sehat dan makanan yang bergizi.
  • Tidak memberikan stigma negatif pada penderita TB.
  • Untuk MDR TB dapat dilihat di sini.
  • Untuk TB pada ODHA dapat dilihat di sini.

Jika ingin mengetahui informasi tentang TB lebih lanjut, silahkan akses informasinya di :
Web          : http://www.tbindonesia.or.id/
Facebook : Stop TB Indonesia
Twitter       : @StopTBIndonesia

Tulisan ini diikutkan dalam Blog CompetitionTemukan dan Sembuhkan Penderita TB, Serial 6 dengan tema Beban Ekonomi dan Kematian Akibat TB.

#SembuhkanTB @TBIndonesia

Sumber Pustaka :

Indonesia TB Program Economic Burden & Service Delivery Cost
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
http://blog.tbindonesia.or.id
http://www.kpmak-ugm.org

Artikel terkait :

Serial 1
Serial 2
Serial 3
Serial 4
Serial 5
Serial 7
Serial 8