Senin, 14 Januari 2013

DUKAKU

Mendung hitam yang menggelayuti langit
bermetamorfosa menjadi rintik dan derasnya hujan
mewarnai sempurna
dukaku karena kehilanganmu

Aku terdiam
menahan buncah rasa dalam dada
kenangan bersamamu seakan berputar dalam kepala
mengiris, mengurai, mengoyak jiwa
bahkan glandula lacrimalisku pun
tak mampu menahan butiran-butiran perak

"Le, bocah lanang iku kudu bisa mikul dhuwur lan mendhem jero"
Aku sudah lakukan itu Bapak, lirih suaraku dalam hati
saat harus kugotong petimu dan menimbun tanah pusaramu
pun telah kulakukan yang terbaik untuk menjunjung namamu
dengan segenap asa prestasiku
sehingga semuanya boleh tertanam dalam kebanggaan hatimu

Aku tertegun
terusik lagi wejanganmu
"yang dari tanah akan kembali menjadi tanah"
saat melihat pusaramu
yang di dalamnya tertanam tubuhmu yang rapuh

Hidup adalah perjalanan waktu
dan kita semua sedang berlayar pada satu tujuan yang sama
kematian hanyalah pintu menuju hidup yang kekal
aku melihatmu tersenyum dalam wajah fanamu
aku tahu,
karena engkau sudah dalam pelukan Bapa di Sorga

Selamat berpulang Bapak
Selamat berpulang ke Rumah Bapa di sorga
Damai sejahtera-Nya akan melingkupimu selalu


Surabaya, 15 Januari 2013
Bahkan puisi ini tidak bisa menggambarkan dukaku

3 komentar: