Rabu, 19 Maret 2014

CATATAN MEI (Surat buat Selma)



Menjumpai : Selma

Dalam desir angin primo Mei ini kau sapa aku dalam kasih. Setelah sekian lama kau terbang mengepakkan sayapmu, menjelajahi jagad asmara. 
Selma...
Kau bangkit setelah kematianmu dalam hatiku. Kau kuak lagi album kenangan lama yang mungkin sudah lama kututup.
Selma...
Aku tiada tahu harus berbuat bagaimana. Haruskah kuterima lagi belaian kasihmu dan kudekap semuanya dalam mimpi-mimpiku? Kau datang laksana gunung Mahameru yang siap menelanku. Mendatangiku dalam malam-malam penuh kecemasan dan ketakutan. Hingga aku terpaku dalam-dalam.
Selma, apakah malam dan hari-hariku akan seperti dulu, penuh musik, nyanyian dan kebahagiaan? Aku tidak tahu Selma. Satu yang kuyakin bahwa hidup tanpa cinta bagaikan malam tiada bintang. Tapi... itu dulu, dulu sekali ketika cinta menyapa dan bersemi dalam hatiku.
Haruskah aku menderita lagi seperti Kahlil Gibran yang mendekap malam yang kelam tanpa cinta? Aku tak mau karena aku bukan Gibran, aku bukan Victor Hugo  dan juga Stendall. Bombast semuanya itu! Bombast!
Yang kuingin saat ini adalah sebuah keheningan. Biarkan aku bersama angin-angin malam yang menyentuh tubuhku dan biarkan embun-embun pagi tertawa menyambut pagiku. Biarkanlah rintik hujan malam ini jadi teman dalam sepiku.
Selma,
aku sayang kamu, tapi aku gamang akan cinta.



Sragen, Mei 1992
Cinta monyet itu pernah ada...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar