Minggu, 13 April 2014

SRIKANDI YANG GALAU ITU BERJIWA KARTINI

Sumber : klik disini


Sebenarnya saya sudah lama ingin menulis artikel ini sejak ada GA nya Pakdhe Cholik. Tapi maaf Pakdhe baru sempat sekarang, pas tenggat waktu terakhir lagi. Karena berhubung ada tugas ilmiah dari kuliahan yang kejar setoran juga untuk tayang.

Srikandi dan Kartini

Sebelum berbicara tentang SB 2014 Mbak Pungky Prayitno yang kece, kita ulas sekilas tentang Srikandi dan Kartini. Kesamaan kedua tokoh tersebut adalah sama-sama pahlawan wanita (meski versi India Srikandi bertukar kelamin menjadi pria). Tapi meski begitu mereka berdua terlahir sebagai wanita. 

Keduanya berjuang untuk bangsanya. Berjuang untuk keadilan atas keadaan yang tidak adil. Lahir dan dibesarkan dari keluarga pemimpin (Srikandi anak Drupada Raja Pancala dan Kartini putri R.M.A.A Sosroningrat bupati Jepara). Meski kecerdasan diturunkan secara genetik, faktor lingkungan tak kalah penting membentuk pribadi seseorang. 

Yang berbeda Srikandi adalah berjuang dengan senjata (panah), Kartini berjuang dengan pena. Namun keduanya adalah simbol pahlawan wanita yang berjuang, menunjukkan eksistensinya bahwa wanita setara dengan pria.

Dialog jiwa yang GALAU

Pungky Prayitno yang ceplas-ceplos, apa adanya, berhahahaha hihihi sekehendak hati tapi jujur, peduli memang layak menjadi Srikandi blogger 2014. Simak tulisannya yang berjudul Kita ada untuk berbagi (?)

Jelas terlihat kegalauan hatinya terhadap lingkungan sekitarnya. Betapa hancur hatinya mendapati anak dari saudaranya kedapatan video porno yang berbalut kekerasan di ponselnya. Marah karena cucu pembantunya sendiri kehilangan ASI ibunya sejak masih merah.

Kegemasan hatinya terlihat saat melihat gadis kecil yang setiap hari bermain di sekitar rumahnya menjadi korban bullying sampai dendam. Galau melihat teman-teman dongeng kecilnya gagal dijaga orang tuanya dari kejamnya tayangan televisi.


Aku marah, aku geram, aku hancur. Aku marah dengan segala kegagalan yang terjadi di sekitarku. Kegagalan yang sebenarnya solusinya sederhana. Kegagalan yang sangat bisa diantisipasi dengan pengetahuan dan kerelaan berbagi pengetahuan. Aku marah dengan diriku sendiri. Aku menangis untuk diriku sendiri. Aku memaki. Kemana aku selama ini?

Kegalauan ini juga dirasakan oleh Kartini melihat lingkungan sekitarnya. Bagaimana tidak? Saat dalam perjalanan bersama keluarganya, mereka bertemu seorang bocah 6 tahun yang berjualan rumput. Bocah ini tidak berbapak, ibunya pergi bekerja dan dirumahnya ditinggalkannya 2 adik lelakinya. Saat ditanyakan apakah sudah makan? Bocah itu menjawab : belum. Biasanya mereka makan nasi 1 hari sekali pada sore hari. Siang hari mereka makan kue sagu aren seharga 0,5 sen.


"Aku renungi dan pikirkan keadaanku sendiri dan di luar sana begitu banyak derita dan kemelaratan melingkungi kami! Seketika itu juga seakan udara menggetar oleh ratap tangis, erang dan rintih orang-orang di sekelilingku. Dan lebih keras dari pada erang dan rintih itu, mendesing dan menderu di kupingku : Kerja!Kerja! Kerja! Perjuangkan kebebasanmu! Baru kemudian kalau kau telah bebaskan dirimu sendiri dengan kerja, dapatlah kau menolong orang lain!.."

Pemandangan yang telah menyinggung perasaan kemanusiaan Kartini segera menggerakkan otaknya untuk berpikir. Ia ingin mengulurkan tangannya menolong yang hidup dalam derita. Tapi apa daya? Adat negerinya melarang. Kedudukannya yang tinggi dalam sistem feodal tidak mengijinkan ia bergaul dengan semua orang. Adat feodal negerinya memaksanya untuk tetap terpisah dengan rakyat jelata. Kartini secara fisik terpisah dengan rakyat. namun pikiran dan jiwanya melekat terhadap penderitaan rakyat. Apapun yang dipikirkan dan direnungkannya menjadi satu kesimpulan : Kerja! Kerja buat Rakyatnya!

Kartini menyatakan pemberontakan terhadap tata hidup feodalisme pribumi. Suatu revolusi jiwa yang tidak kurang dahsyatnya daripada revolusi apapun. Kartini bukan lagi menentang perseorangan tetapi berperang terhadap suatu sistem, suatu tata hidup.

Keberadaan nasib wanita di sekitar lingkungannya membuat gusar Kartini. Tidak ada seorang bawahan pun, apalagi wanita yang berani menolak perintah bangsawan untuk menjadi isterinya yang ke sekian atau ke sekian. Timbul dalam hatinya yang terusik untuk memajukan nasib wanita di lingkungannya.

Rakyat belum merupakan pengertian lengkap jika belum ditunggalkan dengan keseniannya. Kecintaan Kartini terhadap rakyatnya dibuktikan dengan kecintaannya terhadap seni. Kartini bukan hanya mencintai bahkan membela rakyatnya dari hinaan orang-orang Belanda terhadap seni bangsanya.  

Peduli lingkungan memicu perjuangan

Kepedulian akan peristiwa di sekitar lingkungan yang tidak adil dan baik, memicu Srikandi blogger kita bertindak.  

Ini tidak bisa diterima. Aku ada dan aku ambil bagian. Berdiri di 10 besar finalis Srikandi Blogger bukan lagi saatnya diam. Dipercaya menyandang 10 besar adalah sentilan nurani untuk berani bergerak. Berani ada. Berani Berbagi. Berani menggunakan dunia maya untuk bermanfaat bagi kehidupan nyata.
 Apa yang hebat dari kelulusan ASI eksklusif anakku jika orang dekatku tidak tersentuh pengetahuan menyusui? Apa yang bisa dibanggakan dari keberhasilanku memasukkan pelan pelan edukasi seks ke kepala dan nurani adikku, sedangkan saudara kami adalah korban video porno? Apa yang keren dari keberadaanku di jejeran 10 finalis Srikandi Blogger jika keseharianku di dunia maya tidak pernah menghasilkan sesuatu yang berguna?
Dan mari kita lihat banner di bawah ini :
Sumber : klik disini

Kata-kata di atas sungguh membuat takjub. Aku akan berhenti diam. Jutaan pengetahuan di dunia maya dan beberapa manusia di kehidupan nyata butuh perantara. Dan aku hidup bersama satu pesan : Kita ada untuk berbagi !

Kartini pun tidak tinggal diam. Perjuangan dengan menggunakan ketajaman pena dan tindakan nyata pun dilakukan. Bukti nyata adalah surat-surat atau literasi yang dibukukan oleh teman-teman Kartini setelah meninggal yang berjudul : “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia agar wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Meskipun banyak keterbatasan dan tembok yang menghalang, Kartini tetap berjuang mewujudkan cita-citanya. Kartini memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini pun juga dikerjakannya setelah Kartini dipersunting Bupati Rembang Raden Adipati Djaja Adiningrat.

Kecintaannya pada seni rakyat bukan tinggal menjadi cinta platonik. Kartini tampil dalam setiap kesempatan memajukan dan membelanya. Ia menggabungkan diri dengan perkumpulan "Oost en West" (Timur dan Barat). Kartini menolak eksploitasi pedagang atas para artis. Ikut campur dalam pameran untuk memperkenalkan seni rakyat. Bahkan di Rembang, Kartini mendirikan bengkel untuk memberdayakan masyarakat dan melestarikan seni ukir. Kartini mendatangkan pengukir kayu dari Jepara untuk menjadi pengajar masyarakat sekitarnya di Rembang.

Inspiratif dan Visioner

Sumber : klik disini

Melihat Video mbak Pungky ini satu kata yang terlintas dalam benakku adalah "Visioner". Kata kedua adalah "Inspiratif" dan kemudian yang kulakukan adalah geleng-geleng kepala dan berdecak kagum. Kereeennn puaoll. Sungguh.


Visi yang sederhana, tapi buah dari pemikiran yang matang. Visi yang sederhana, mudah dilaksanakan, tetapi sangat inspiratif butuh komitmen yang tinggi. Berbagi dan terus berbagi.


Kartini juga seorang yang visioner dan inspiratif. Bagaimana tidak? Kartini adalah orang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia yang menutup zaman tengah, zaman feodalisme pribumi yang "sakitan" menurut istilah Bung Karno. Kartini adalah seorang konseptor, pemikir modern Indonesia.


Kartini adalah penunjuk jalan. Kartini sadar betul bahwa perubahan dalam sistem masyarakat atau bangsanya tidak akan terjadi dalam zamannya. Jiwa dan cita-cita Kartini menembus batas dan waktu. Kartini sadar betul akan jalan perjuangannya. Cukuplah ia jika cuma sebagai pembuka jalan, orang lainlah yang meneruskan. Tertuang dalam suratnya kepada Nona Zeehandelaar pada tanggal 9 Januari 1901.
Akan datang juga kiranya keadaan baru dalam dunia Bumiputra; kalau bukan oleh karena kami, tentu oleh orang lain
Untuk direnungkan :

Memperingati hari Kartini bukan dengan kebaya ataupun konde. Jangan jadikan Kartini mitos semata. Namun yang terpenting adalah wujud nyatakan semangat kartini. Saya yakin Kartini kan tersenyum melihat wanita Indonesia sekarang memiliki visi yang jelas dan kerja nyata yang baik di bidang masing-masing untuk memperjuangkan cita-citanya demi kemajuan bangsa Indonesia.
Jangan padamkan semangat Kartini. Ada untuk berbagi dan mendidik lingkungan. Dan aku yakin Srikandi Blogger 2014 yang galau itu berjiwa Kartini.


Dan dipersembahkan untuk Srikandi Blogger 2014 :
Punky Prayitno

Sumber :



Habis Gelap Terbitlah Terang karya Armijn Pane
Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya Ananta Toer















2 komentar:

  1. Terima kasih atas partisipasi sahabat dalam Giveaway Ada Kartini di Dadamu di BlogCamp.
    Segera didaftar
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus